Rabu, 04 April 2018

Lalu Aku Membaringkan Diri, Sebab Penciptaku Menjagaku

Beberapa malam di sejak masa Paskah, saya selalu terbangun di jam sekitar 01.30. Lalu mengalami saat-saat dimana saya akan berjuang untuk bisa tidur kembali.


Malam itu, pukul 01.23 saya kembali terbangun dan spontan saja segera mengupayakan kembali pada tidur malam yang rasanya masih cukup panjang untuk diteruskan hingga pagi menjelang. Cukup sulit untuk kembali masuk ke gerbang istirahat malam itu. Mencoba berbagai posisi tidur yang sekiranya selalu berhasil membuat saya kembali tidur pun, malam itu nihil.

Sambil mata terpejam, tiba-tiba pikiran saya yang sedari terbangun tidak berhenti untuk memikirkan apa pun, masuk ke sebuah perenungan. Bisa tidur itu ternyata anugerah.

Betapa tidak sedikit juga orang yang sengaja tidak tidur hanya untuk tetap membuat dirinya produktif, mengerjakan banyak hal, memenuhi target, membuat perencanaan, dan sebagainya. Orang-orang berbondong-bondong meyakini bahwa tidur hanya untuk orang malas, tidur hanya untuk orang yang tidak mau mengejar kesuksesan dan semacamnya. Beralasan mengejar investasi untuk yang dicintainya. Demi tabungan di masa tua. Kerja dari pagi buta hingga hampir tengah malam. Dari matahari belum menampakkan dirinya hingga matahari sudah masuk ke perpaduannya, masih saja belum selesai dengan yang dinamakan pekerjaan atau pelayanan.

Di lain sisi, ada pula orang yang berjuang mati-matian supaya bisa menikmati tidur seperti yang lain. Merogoh kocek yang cukup dalam untuk sebuah terapi tidur. Melalukan ini dan itu agar bisa terlelap dalam istirahat malamnya. Sehingga suatu saat menyadari "Bisa memejamkan mata dan terlelap adalah sebuah berkat. Sia-sialah orang yang tidak menikmatinya, menolaknya".

Bagaimana jika tidur itu didesain Allah untuk Ia melakukan pekerjaanNya di saat kita sedang tidak bekerja?

Bagaimana jika tidur adalah saat-saat dimana Allah memang menciptakannya hanya untuk melihat yang dikasihiNya pasrah penuh serta beriman bahwa Allah menjaganya?

Bagaimana jika tidur adalah sebuah bentuk bahwa manusia meyakini bahwa Allah memberkati ciptaanNya?

Tidur memang posisi dimana kita akan terlihat lemah, rentan untuk diserang dan sejenisnya. Namun bagaimana jika tidur merupakan sebuah bentuk kepercayaan bahwa Allah yang menjaga dengan begitu rupa?

Hawa tidak diambil ketika Adam sedang sibuk melakukan tugasnya di Taman Eden. Adam tidak sedang memberi nama makhluk hidup ketika seorang perempuan diambil dari tulang rusuknya. Adam sedang tidur. Manusia itu tidur. 
Melihat bahwa Allah melakukan pekerjaanNya ketika kita benar-benar berserah dan menikmati karunia tidur. 

Saya sering tergoda untuk terjaga hingga malam dan bangun pagi-pagi buta demi mengusahakan apa yang harus saya usahakan. Saya sering tergoda untuk melupakan bahwa ketika tidur, pekerjaan Allah dinyatakan. Dengan kata lain, jika saya tidak tidur saya sedang beranggapan bahwa apa yang sedang saya usahakan atau kerjakan jauh lebih penting daripada pekerjaan Allah.

Malam itu saya kembali diingatkan untuk bisa menikmati berkat istirahat malam sambil percaya bahwa dalam posisi lemah saya, Allah menjagai saya dengan begitu rupa. Saya belajar untuk berserah. Tidak hanya Allah akan menjagai, namun Ia melakukan banyak pembaharuan ketika saya terlelap.

Perenungan itu akhirnya membawa saya kembali tidur di malam yang cukup dingin.

Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi, dan duduk-duduk sampai jauh malam . . . ; sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur. —Mazmur 127:2


*perenungan ini tidak bermaksud untuk membuat para pekerja yang masuk jadwal shift malam menjadi salah, tentu tidak. Saya hanya merenungkan dalam konteks pekerjaan di jam kantor pada umumnya dimana dimulai pagi dan berakhir sore - petang.