Dengan hasil Ujian Nasional SD di angka 270.0, dengan rata-rata 90.0, ponakan cowok saya keukeuh ingin masuk sekolah swasta. Orang tua dan orang dewasa sekitarnya sudah memberi pertimbangan, referensi dan pilihan. Karena anak usia 12 tahun sudah bisa memilih kan ya? Harapan orang sekitar adalah si anak masuk sekolah negeri dengan label sekolah favorit. Namun tidak. Sudah menentukan pilihan dan tidak bisa diganggu gugat.
Catatan kecil dari sudut pandang seseorang yang menyukai kopi dalam gelas dan berharap terangnya bercahaya.
Senin, 19 Juni 2017
Kisah Anak yang Memilih
Kamis, 08 Juni 2017
Aku Bukan Sedang Membantu Istriku (Untuk Para Suami dan Calon Suami)
(Untuk Para Suami & Calon Suami)
AKU BUKAN SEDANG MEMBANTU ISTRIKU
Tulisan asli berbahasa Inggris ditulis oleh :
Tee Edward
Telah diizinkan untuk diterjemahkan.
Translate by : Amalia Sinta....
Seorang teman datang ke rumahku untuk minum kopi, kami duduk bersama dan mengobrol. Di tengah pembicaraan, aku bilang :
"aku akan mencuci piring, tunggu sebentar ya"
Dia menatap ku seolah aku barusan bilang bahwa aku akan membangun sebuah roket. Lalu dia berkata padaku dengan rasa kagum tapi sedikit bingung :
"aku senang kau membantu istrimu. Kalo aku gak bantuin istriku, karena pas ku bantu, dia gak memujiku. Minggu lalu aku mengepel lantai dan dia gak ngucapin terima kasih."
Aku duduk lagi dan menjelaskan pada temanku ini, bahwa aku gak sedang "membantu" istriku. Sebenarnya, istriku gak butuh bantuan, tapi dia butuh partner.
Aku adalah seorang partner di rumah dan kadang stigma di masyarakat yang membuatnya seolah suami dan istri memiliki peran yang berbeda soal pekerjaan rumah tangga. Istri mengerjakan semua, dan suami tidak membantu. Atau kalaupun membantu, hanya sedikit saja. Tapi sebenarnya itu bukan sebuah "bantuan" untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Aku bukan sedang membantu istriku membersihkan rumah. Karena aku juga tinggal di rumah ini, maka aku perlu ikut membersihkannya juga.
Aku bukan sedang membantu istriku memasak. Tapi karena aku juga ingin makan, maka aku perlu ikut memasak.
Aku bukan sedang membantu istriku mencuci piring setelah makan. Tapi karena aku jugalah yang memakai piring-piring itu, maka aku ikut mencucinya.
Aku bukan sedang membantu istriku mengurus anak-anaknya. Tapi karena mereka adalah anak-anakku juga, maka sebagai ayahnya, aku wajib ikut mengasuh mereka.
Aku bukan sedang membantu istriku mencuci dan melipat baju. Tapi karena baju-baju itu juga milikku dan anak-anakku, maka aku ikut membereskannya juga.
Aku bukan sebuah Bantuan di rumah, tapi aku adalah Bagian dari rumah ini.
Dan soal pujian, aku memintamu wahai temanku, nanti setelah istrimu membersihkan rumah, mencuci baju, mengganti sprei, memandikan anak, memasak, membereskan barang, dll, kau harus mengucapkan terima kasih padanya.
Tapi harus ucapan terima kasih yang spesial, seperti :
"Wow,sayangkuu!! Kamu hebatt!!!
Apa itu terasa konyol bagimu?
Apa kau merasa aneh?
Padahal ketika kau, cuma sekali seumur hidup mengepel lantai, lalu setelah selesai kau mengharapkan sebuah pujian besar dari istrimu, apa itu gak lebih aneh?
Pernahkah kau berpikir sejauh itu?
Mungkin karena bagimu, budaya patriaki mengukuhkan bahwa semua pekerjaan rumah adalah tanggung jawab istri.
Mungkin kau kira, mengerjakan semua pekerjaan rumah yang banyak itu, bisa diselesaikan tanpa menggerakkan jari?
Maka hargai dan puji istrimu seperti kau ingin dihargai dan dipuji, dengan cara dan perlakuan yang sama.
Maka bersikaplah seperti Partner sejati. Bukan seperti tamu yang datang hanya untuk makan, tidur, mandi dan terpenuhi kepuasannya.
Merasa nyamanlah di rumahmu sendiri.
Perubahan nyata dari masyarakat, dimulai dari rumah kita. Mari ajarkan anak lelaki dan perempuan kita, arti sebenarnya dari kebersamaan keluarga..
*Share gak perlu izin dulu* 😉
Senin, 05 Juni 2017
Terima Kasih (2): Selamat Melanjutkan Perjalanan Iman
Tulisan kali ini ditujukan secara khusus untuk dia yang datang di salah satu masa down ku. Kala salah seorang super hero ku harus berpulang.
Terima kasih untuk kesempatan menikmati waktu yang indah dengan banyak detail yang sejujurnya tak mampu diungkapkan. Bukan karena apa-apa namun ingatanku tak cukup bagus untuk kembali mengingat detail waktu itu. Yang aku ingat hanya mimpi terbesar dari seorang kaum Adam untuk membangun komunitas dengan memberdayakan potensi yang ada di desa itu. Bisa saja aku mengganggap sebagai bagian dari usahanya merayuku atau memang itu lahir dari kemurnian hatinya. Entah. Aku pun saat itu mulai tertarik karena sejauh yang kusadari mimpi kami bersinggungan - bahkan seorang sahabat berkata bahwa mimpi kami justru saling melengkapi.
Aku percaya bahwa entah untuk alasan apa pun kami bertemu, ada sesuatu yang membangun hidupku. Sesuatu yang dirancangkan sedemikian rupa untuk kebaikanku. Hal lain yang aku yakin saat itu adalah aku telah beres dengan kisah lamaku, dengan Tuan Muda. Pemberesan itu berlangsung tidak mudah dan cukup menyakitkan dagingku. Aku telah selesai.
Lalu, terbersit di benakku bahwa something better is coming. Maybe that's the best. Itu pikiran yang wajar bukan?
Penguji yang paling konsisten dan tidak berganti-ganti sejauh ini masih tetap waktu dan jarak. Kemudian, penguji itu hadir untuk memurnikan hal emosional yang timbul terkait hormon yang bergejolak. Di dalam jarak yang sengaja dihadirkan oleh Sang Pencipta, semakin membuat kami membaik. Aku terlebih. Semakin hari semakin siap. Aku mempersiapkan diri untuk kemungkinan apa pun. Jika kemungkinan terburuk, aku sudah siap. Seolah memang aku dididik untuk selalu siap menerima hal yang menggetirkan batin. Untuk kemungkinan yang lain pun aku sedang mempersiapkan.
Harapan itu sering kali terselip di dalam doa. Dan semakin sering mulutku meminta hal-hal yang mendamaikan hidupnya, semakin aku pribadi yang ditenangkan. Aku diajari untuk duduk diam di kakiNya sembari menantikan bahwa Dia sedang merajut sebuah kisah cinta yang indah. Aku tenang karena Dia menawarkan jaminan atas kekhawatiranku. Ketika aku melihat dengan mata manusia dan menyaksikan sekelilingku, kecil lah imanku. Seolah yaa memang seperti itu, seperti membenarkan omongan orang. Namun aku percaya bahwa Allah tetap mengasihiku dalam segala keadaanku. Dia yang membayar hidupku dengan lunas pasti tidak akan membiarkan hidupku tidak mengalami kebaikanNya.
Aku berterima kasih untuk kisah ini; kisah yang masih dirajut, kisah yang tidak bisa ditebak seperti roman picisan yang kerap kali dipertontonkan di layar kaca. Aku berterima kasih untuk hal yang mengubahkan hidupku. Aku berterima kasih untuk perjalanan iman ini. Seperti kata seorang kakak "Selamat melanjutkan perjalanan iman bersama Tuhan".
(Terima kasih untukmu seorang yang membuatku mengalami tulisan ini.)
Doaku untuk siapa pun yang membaca tulisan kali ini (untuk pertama kalinya aku menyisipkan doa dalam tulisan ku): aku berdoa kiranya damai sejahtera yang asalnya dari Sang Pencipta menetap di hatimu. Untuk badai apa pun yang sedang menderu hidupmu. Untuk perjalanan iman apa pun yang sedang Tuhan ajarkan padamu. Aku berdoa agar senantiasa pengharapan mu di dalam kebenaran itu memberimu kekuatan. Kiranya kisah hidupmu akan memuliakan namaNya dan kamu semakin dibawaNya menuju kisah yang luar biasa lainnya. Amin.
Kamis, 01 Juni 2017
Terima Kasih (1)
Terima kasih.
Semua tulisan hari ini lahir dari dua kata yang memang itu yang harus diucapkan. Sungguh bersyukur dan berterima kasih untuk masa yang diberikan silih berganti dalam hidupku. Sehingga aku selalu melihat kesetiaan Allah yang tak pernah dapat dipungkiri. Sangat bersyukur untuk musim demi musim yang dihadirkan guna ku melihat penyertaanNya yang lebih kekal dibanding dengan apa dan siapa pun yang pernah berkata I'm with you. Sangat bersyukur untuk hal-hal ajaib dan istimewa yang terus dikerjakan Allah hingga detik ini sehingga aku selalu diberi alasan bahwa aku dicintai dan dikasih dengan kasih Ilahi. Sangat bersyukur untuk tempaan demi tempaan yang membangkitkan iman percaya ku bahwa Allah masih turut bekerja untuk.mendatangkan kebaikan bagi yang mengasihi Dia. Sangat bersyukur karena aku ditemukan dalam masa gelap ku dan memperoleh bisikan bahwa aku berharga: bahwa Allah adalah Bapa yang siap memelukku kapan pun. Bahwa Allah adalah Pribadi yang menerimaku apa adanya dan menganggapku selalu sempurna serta berharga di mataNya. Sangat bersyukur untuk hal yang terjadi padaku dan tidak terjadi pada orang lain. Sangat bersyukur untuk.kisah hidupku yang sungguh menarik, akhirnya aku menyadari sisi uniknya.
Sangat bersyukur untuk hal-hal yang tahun ini Tuhan tambahkan dalam hidupku. Pun juga bersyukur untuk hal-hal yang Dia pangkas dalamku agar ku semakin menjadi lebih berkenan kepadaNya. Sangat bersyukur dibawaNya aku pada orang-orang baru yang memberikan pembelajaran hidup, baik melalui tawa maupun air mata. Bersyukur untuk mereka yang masih setia menemani ku dan tidak lelah denganku. Bersyukur untuk pengharapan akan jawaban doa di masa penantian ini. Bersyukur untuk kemurahan hati yang mengajariku untuk let go and let God take over. Bersyukur karena sampai di pertambahan angka secara manusia hari ini aku masih berjuang untuk banyak hal: untuk masa depan, untuk visi hidup, untuk keluarga, dan untuk.apa pun. Bersyukur karena sampai saat ini ketika sebayaku sudah dibersamakan dengan pria - atau pasangan mereka - dan aku masih diberikan waktu untuk mempersiapkan diri untuk pasangan idealku. Bersyukur untuk kekuatan dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang terkadang tak kuasa untuk kumenjawabnya.
Satu hal yang menjadi pengharapan dan kekuatanku di tengah menuanya raga ini, bahwa Allah sangat mengasihiku dan selalu memberikan yang terbaik buatku. Dalam segala hal. Terlebih ketika aku mulai panik dan gelisah melihat apa yang umumnya dilakukan wanita seusiaku namun belum aku lakukan. Aku hanya tak perlu resah dan gundah. Aku tak perlu memberi saran pada Allah bahwa menurutku Ia terlambat atau kekurangan cara mempertemukan ku dengan pria dampaanku. Tidak. Allah tidak pernah butuh saranku. Yang Allah butuhkan adalah kesabaranku menantikan penggenapan akan janjiNya.
Terima kasih.