Tulisan kali ini ditujukan secara khusus untuk dia yang datang di salah satu masa down ku. Kala salah seorang super hero ku harus berpulang.
Terima kasih untuk kesempatan menikmati waktu yang indah dengan banyak detail yang sejujurnya tak mampu diungkapkan. Bukan karena apa-apa namun ingatanku tak cukup bagus untuk kembali mengingat detail waktu itu. Yang aku ingat hanya mimpi terbesar dari seorang kaum Adam untuk membangun komunitas dengan memberdayakan potensi yang ada di desa itu. Bisa saja aku mengganggap sebagai bagian dari usahanya merayuku atau memang itu lahir dari kemurnian hatinya. Entah. Aku pun saat itu mulai tertarik karena sejauh yang kusadari mimpi kami bersinggungan - bahkan seorang sahabat berkata bahwa mimpi kami justru saling melengkapi.
Aku percaya bahwa entah untuk alasan apa pun kami bertemu, ada sesuatu yang membangun hidupku. Sesuatu yang dirancangkan sedemikian rupa untuk kebaikanku. Hal lain yang aku yakin saat itu adalah aku telah beres dengan kisah lamaku, dengan Tuan Muda. Pemberesan itu berlangsung tidak mudah dan cukup menyakitkan dagingku. Aku telah selesai.
Lalu, terbersit di benakku bahwa something better is coming. Maybe that's the best. Itu pikiran yang wajar bukan?
Penguji yang paling konsisten dan tidak berganti-ganti sejauh ini masih tetap waktu dan jarak. Kemudian, penguji itu hadir untuk memurnikan hal emosional yang timbul terkait hormon yang bergejolak. Di dalam jarak yang sengaja dihadirkan oleh Sang Pencipta, semakin membuat kami membaik. Aku terlebih. Semakin hari semakin siap. Aku mempersiapkan diri untuk kemungkinan apa pun. Jika kemungkinan terburuk, aku sudah siap. Seolah memang aku dididik untuk selalu siap menerima hal yang menggetirkan batin. Untuk kemungkinan yang lain pun aku sedang mempersiapkan.
Harapan itu sering kali terselip di dalam doa. Dan semakin sering mulutku meminta hal-hal yang mendamaikan hidupnya, semakin aku pribadi yang ditenangkan. Aku diajari untuk duduk diam di kakiNya sembari menantikan bahwa Dia sedang merajut sebuah kisah cinta yang indah. Aku tenang karena Dia menawarkan jaminan atas kekhawatiranku. Ketika aku melihat dengan mata manusia dan menyaksikan sekelilingku, kecil lah imanku. Seolah yaa memang seperti itu, seperti membenarkan omongan orang. Namun aku percaya bahwa Allah tetap mengasihiku dalam segala keadaanku. Dia yang membayar hidupku dengan lunas pasti tidak akan membiarkan hidupku tidak mengalami kebaikanNya.
Aku berterima kasih untuk kisah ini; kisah yang masih dirajut, kisah yang tidak bisa ditebak seperti roman picisan yang kerap kali dipertontonkan di layar kaca. Aku berterima kasih untuk hal yang mengubahkan hidupku. Aku berterima kasih untuk perjalanan iman ini. Seperti kata seorang kakak "Selamat melanjutkan perjalanan iman bersama Tuhan".
(Terima kasih untukmu seorang yang membuatku mengalami tulisan ini.)
Doaku untuk siapa pun yang membaca tulisan kali ini (untuk pertama kalinya aku menyisipkan doa dalam tulisan ku): aku berdoa kiranya damai sejahtera yang asalnya dari Sang Pencipta menetap di hatimu. Untuk badai apa pun yang sedang menderu hidupmu. Untuk perjalanan iman apa pun yang sedang Tuhan ajarkan padamu. Aku berdoa agar senantiasa pengharapan mu di dalam kebenaran itu memberimu kekuatan. Kiranya kisah hidupmu akan memuliakan namaNya dan kamu semakin dibawaNya menuju kisah yang luar biasa lainnya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar