Catatan kecil dari sudut pandang seseorang yang menyukai kopi dalam gelas dan berharap terangnya bercahaya.
Sabtu, 22 Juli 2017
You are loved, will always be loved.
It's been a while. But, I'm back.
Nothing's special. I just wanna share this. Not kind of story or something like that. I just wanna say that YOU ARE LOVED. No matter what.
If you think none loves you, you're then totally wrong. Someone highly deeply loves you.
Someone really wants to hear your voice, your story - your daily story.
Well,
Bukan berarti jika jalan yang aku tempuh berbeda maka aku tersesat. Itu hanya kalimat yang beberapa hari yang lalu kudengarkan. Lalu, seperti biasanya kalimat itu 'menghantui'ku. Aku merasa aku mengalami susunan kata-kata indah itu.
Hari-hari ini, mungkin seiring dengan bertambahnya usia dalam hidupku, aku semakin merasa baper - istilah zaman sekarang. Menyadari sudah lebih dari seperempat abad dan bagi orang-orang ini cukup menjadi sebuah celetukan yang enak. Jujur saja, bagi kami untuk menjawab pertanyaan "kapan" sudah cukup sulit. Merespon dengan jawaban yang lemah lembut adalah tantangan.
Tidak banyak orang yang tahu karena tidak banyak juga masih melajang di usia dimana teman-temannya sudah mulai menikah bahkan memiliki anak satu. Hanya saja, jalan kami cukup tidak mudah. Jangan bebani kami dengan pertanyaan "dengan siapa?" atau "kapan?". Bantulah kami tetap mempertahankan standards hidup kami sekali pun efeknya harus bertahan melajang hingga hari ini. Jangan biarkan kami menurunkan standards kami hanya untuk memuaskan pertanyaan "kapan?" yang sejatinya tidak ada pernah berakhir itu.
Kami hanya sedang melakukan apa yang menjadi panggilan hidup untuk memuliakan Sang Khalik. Kami hanya ingin seperti Rut yang dipertemukan dengan Boas ketika Rut sedang melakukan sesuatu yang untuk itu dia diciptakan - tujuan hidup.
Bukan berarti kami tidak akan menikah. Kami akan menikah jika memang segala sesuatunya telah sesuai. Jika pertanyaannya adalah "kapan?", maka yang menjadi harapan kami adalah doa agar tetap teguh menjaga iman, kekudusan dan memenuhi panggilan hidup di tengah keraguan, kekudisan dan kenyamanan hidup sekarang ini.
Sudah menikah atau belum, bergumul atau belum bergumul untuk pasangan hidup, ingatlah bahwa Anda dikasihi dan akan tetap terus dikasihi oleh Sang Empunya Hidup.
Senin, 19 Juni 2017
Kisah Anak yang Memilih
Dengan hasil Ujian Nasional SD di angka 270.0, dengan rata-rata 90.0, ponakan cowok saya keukeuh ingin masuk sekolah swasta. Orang tua dan orang dewasa sekitarnya sudah memberi pertimbangan, referensi dan pilihan. Karena anak usia 12 tahun sudah bisa memilih kan ya? Harapan orang sekitar adalah si anak masuk sekolah negeri dengan label sekolah favorit. Namun tidak. Sudah menentukan pilihan dan tidak bisa diganggu gugat.
Kamis, 08 Juni 2017
Aku Bukan Sedang Membantu Istriku (Untuk Para Suami dan Calon Suami)
(Untuk Para Suami & Calon Suami)
AKU BUKAN SEDANG MEMBANTU ISTRIKU
Tulisan asli berbahasa Inggris ditulis oleh :
Tee Edward
Telah diizinkan untuk diterjemahkan.
Translate by : Amalia Sinta....
Seorang teman datang ke rumahku untuk minum kopi, kami duduk bersama dan mengobrol. Di tengah pembicaraan, aku bilang :
"aku akan mencuci piring, tunggu sebentar ya"
Dia menatap ku seolah aku barusan bilang bahwa aku akan membangun sebuah roket. Lalu dia berkata padaku dengan rasa kagum tapi sedikit bingung :
"aku senang kau membantu istrimu. Kalo aku gak bantuin istriku, karena pas ku bantu, dia gak memujiku. Minggu lalu aku mengepel lantai dan dia gak ngucapin terima kasih."
Aku duduk lagi dan menjelaskan pada temanku ini, bahwa aku gak sedang "membantu" istriku. Sebenarnya, istriku gak butuh bantuan, tapi dia butuh partner.
Aku adalah seorang partner di rumah dan kadang stigma di masyarakat yang membuatnya seolah suami dan istri memiliki peran yang berbeda soal pekerjaan rumah tangga. Istri mengerjakan semua, dan suami tidak membantu. Atau kalaupun membantu, hanya sedikit saja. Tapi sebenarnya itu bukan sebuah "bantuan" untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Aku bukan sedang membantu istriku membersihkan rumah. Karena aku juga tinggal di rumah ini, maka aku perlu ikut membersihkannya juga.
Aku bukan sedang membantu istriku memasak. Tapi karena aku juga ingin makan, maka aku perlu ikut memasak.
Aku bukan sedang membantu istriku mencuci piring setelah makan. Tapi karena aku jugalah yang memakai piring-piring itu, maka aku ikut mencucinya.
Aku bukan sedang membantu istriku mengurus anak-anaknya. Tapi karena mereka adalah anak-anakku juga, maka sebagai ayahnya, aku wajib ikut mengasuh mereka.
Aku bukan sedang membantu istriku mencuci dan melipat baju. Tapi karena baju-baju itu juga milikku dan anak-anakku, maka aku ikut membereskannya juga.
Aku bukan sebuah Bantuan di rumah, tapi aku adalah Bagian dari rumah ini.
Dan soal pujian, aku memintamu wahai temanku, nanti setelah istrimu membersihkan rumah, mencuci baju, mengganti sprei, memandikan anak, memasak, membereskan barang, dll, kau harus mengucapkan terima kasih padanya.
Tapi harus ucapan terima kasih yang spesial, seperti :
"Wow,sayangkuu!! Kamu hebatt!!!
Apa itu terasa konyol bagimu?
Apa kau merasa aneh?
Padahal ketika kau, cuma sekali seumur hidup mengepel lantai, lalu setelah selesai kau mengharapkan sebuah pujian besar dari istrimu, apa itu gak lebih aneh?
Pernahkah kau berpikir sejauh itu?
Mungkin karena bagimu, budaya patriaki mengukuhkan bahwa semua pekerjaan rumah adalah tanggung jawab istri.
Mungkin kau kira, mengerjakan semua pekerjaan rumah yang banyak itu, bisa diselesaikan tanpa menggerakkan jari?
Maka hargai dan puji istrimu seperti kau ingin dihargai dan dipuji, dengan cara dan perlakuan yang sama.
Maka bersikaplah seperti Partner sejati. Bukan seperti tamu yang datang hanya untuk makan, tidur, mandi dan terpenuhi kepuasannya.
Merasa nyamanlah di rumahmu sendiri.
Perubahan nyata dari masyarakat, dimulai dari rumah kita. Mari ajarkan anak lelaki dan perempuan kita, arti sebenarnya dari kebersamaan keluarga..
*Share gak perlu izin dulu* 😉
Senin, 05 Juni 2017
Terima Kasih (2): Selamat Melanjutkan Perjalanan Iman
Tulisan kali ini ditujukan secara khusus untuk dia yang datang di salah satu masa down ku. Kala salah seorang super hero ku harus berpulang.
Terima kasih untuk kesempatan menikmati waktu yang indah dengan banyak detail yang sejujurnya tak mampu diungkapkan. Bukan karena apa-apa namun ingatanku tak cukup bagus untuk kembali mengingat detail waktu itu. Yang aku ingat hanya mimpi terbesar dari seorang kaum Adam untuk membangun komunitas dengan memberdayakan potensi yang ada di desa itu. Bisa saja aku mengganggap sebagai bagian dari usahanya merayuku atau memang itu lahir dari kemurnian hatinya. Entah. Aku pun saat itu mulai tertarik karena sejauh yang kusadari mimpi kami bersinggungan - bahkan seorang sahabat berkata bahwa mimpi kami justru saling melengkapi.
Aku percaya bahwa entah untuk alasan apa pun kami bertemu, ada sesuatu yang membangun hidupku. Sesuatu yang dirancangkan sedemikian rupa untuk kebaikanku. Hal lain yang aku yakin saat itu adalah aku telah beres dengan kisah lamaku, dengan Tuan Muda. Pemberesan itu berlangsung tidak mudah dan cukup menyakitkan dagingku. Aku telah selesai.
Lalu, terbersit di benakku bahwa something better is coming. Maybe that's the best. Itu pikiran yang wajar bukan?
Penguji yang paling konsisten dan tidak berganti-ganti sejauh ini masih tetap waktu dan jarak. Kemudian, penguji itu hadir untuk memurnikan hal emosional yang timbul terkait hormon yang bergejolak. Di dalam jarak yang sengaja dihadirkan oleh Sang Pencipta, semakin membuat kami membaik. Aku terlebih. Semakin hari semakin siap. Aku mempersiapkan diri untuk kemungkinan apa pun. Jika kemungkinan terburuk, aku sudah siap. Seolah memang aku dididik untuk selalu siap menerima hal yang menggetirkan batin. Untuk kemungkinan yang lain pun aku sedang mempersiapkan.
Harapan itu sering kali terselip di dalam doa. Dan semakin sering mulutku meminta hal-hal yang mendamaikan hidupnya, semakin aku pribadi yang ditenangkan. Aku diajari untuk duduk diam di kakiNya sembari menantikan bahwa Dia sedang merajut sebuah kisah cinta yang indah. Aku tenang karena Dia menawarkan jaminan atas kekhawatiranku. Ketika aku melihat dengan mata manusia dan menyaksikan sekelilingku, kecil lah imanku. Seolah yaa memang seperti itu, seperti membenarkan omongan orang. Namun aku percaya bahwa Allah tetap mengasihiku dalam segala keadaanku. Dia yang membayar hidupku dengan lunas pasti tidak akan membiarkan hidupku tidak mengalami kebaikanNya.
Aku berterima kasih untuk kisah ini; kisah yang masih dirajut, kisah yang tidak bisa ditebak seperti roman picisan yang kerap kali dipertontonkan di layar kaca. Aku berterima kasih untuk hal yang mengubahkan hidupku. Aku berterima kasih untuk perjalanan iman ini. Seperti kata seorang kakak "Selamat melanjutkan perjalanan iman bersama Tuhan".
(Terima kasih untukmu seorang yang membuatku mengalami tulisan ini.)
Doaku untuk siapa pun yang membaca tulisan kali ini (untuk pertama kalinya aku menyisipkan doa dalam tulisan ku): aku berdoa kiranya damai sejahtera yang asalnya dari Sang Pencipta menetap di hatimu. Untuk badai apa pun yang sedang menderu hidupmu. Untuk perjalanan iman apa pun yang sedang Tuhan ajarkan padamu. Aku berdoa agar senantiasa pengharapan mu di dalam kebenaran itu memberimu kekuatan. Kiranya kisah hidupmu akan memuliakan namaNya dan kamu semakin dibawaNya menuju kisah yang luar biasa lainnya. Amin.
Kamis, 01 Juni 2017
Terima Kasih (1)
Terima kasih.
Semua tulisan hari ini lahir dari dua kata yang memang itu yang harus diucapkan. Sungguh bersyukur dan berterima kasih untuk masa yang diberikan silih berganti dalam hidupku. Sehingga aku selalu melihat kesetiaan Allah yang tak pernah dapat dipungkiri. Sangat bersyukur untuk musim demi musim yang dihadirkan guna ku melihat penyertaanNya yang lebih kekal dibanding dengan apa dan siapa pun yang pernah berkata I'm with you. Sangat bersyukur untuk hal-hal ajaib dan istimewa yang terus dikerjakan Allah hingga detik ini sehingga aku selalu diberi alasan bahwa aku dicintai dan dikasih dengan kasih Ilahi. Sangat bersyukur untuk tempaan demi tempaan yang membangkitkan iman percaya ku bahwa Allah masih turut bekerja untuk.mendatangkan kebaikan bagi yang mengasihi Dia. Sangat bersyukur karena aku ditemukan dalam masa gelap ku dan memperoleh bisikan bahwa aku berharga: bahwa Allah adalah Bapa yang siap memelukku kapan pun. Bahwa Allah adalah Pribadi yang menerimaku apa adanya dan menganggapku selalu sempurna serta berharga di mataNya. Sangat bersyukur untuk hal yang terjadi padaku dan tidak terjadi pada orang lain. Sangat bersyukur untuk.kisah hidupku yang sungguh menarik, akhirnya aku menyadari sisi uniknya.
Sangat bersyukur untuk hal-hal yang tahun ini Tuhan tambahkan dalam hidupku. Pun juga bersyukur untuk hal-hal yang Dia pangkas dalamku agar ku semakin menjadi lebih berkenan kepadaNya. Sangat bersyukur dibawaNya aku pada orang-orang baru yang memberikan pembelajaran hidup, baik melalui tawa maupun air mata. Bersyukur untuk mereka yang masih setia menemani ku dan tidak lelah denganku. Bersyukur untuk pengharapan akan jawaban doa di masa penantian ini. Bersyukur untuk kemurahan hati yang mengajariku untuk let go and let God take over. Bersyukur karena sampai di pertambahan angka secara manusia hari ini aku masih berjuang untuk banyak hal: untuk masa depan, untuk visi hidup, untuk keluarga, dan untuk.apa pun. Bersyukur karena sampai saat ini ketika sebayaku sudah dibersamakan dengan pria - atau pasangan mereka - dan aku masih diberikan waktu untuk mempersiapkan diri untuk pasangan idealku. Bersyukur untuk kekuatan dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang terkadang tak kuasa untuk kumenjawabnya.
Satu hal yang menjadi pengharapan dan kekuatanku di tengah menuanya raga ini, bahwa Allah sangat mengasihiku dan selalu memberikan yang terbaik buatku. Dalam segala hal. Terlebih ketika aku mulai panik dan gelisah melihat apa yang umumnya dilakukan wanita seusiaku namun belum aku lakukan. Aku hanya tak perlu resah dan gundah. Aku tak perlu memberi saran pada Allah bahwa menurutku Ia terlambat atau kekurangan cara mempertemukan ku dengan pria dampaanku. Tidak. Allah tidak pernah butuh saranku. Yang Allah butuhkan adalah kesabaranku menantikan penggenapan akan janjiNya.
Terima kasih.
Sabtu, 27 Mei 2017
Kisah Seorang Teman
Kisah ini biasa saja. Dari seorang teman.
Entah dengan tujuan apa, akhirnya mereka berdua bertemu. Yang pasti dengan sebuah rencana indah dari semesta. Mereka berdua yang belum pernah bertemu bahkan tidak saling tahu. Bersyukur karena inisiatif itu memang milik pria dan dilakukanlah perkenalan itu. Mereka pertama kali bertemu dalam dunia maya pada tanggal 7 di bulan yang keempat. Karena sudah tahu dari pengalaman dan cerita banyak orang, si wanita paham dunia maya seperti apa bahkan bertemu dengan orang yang baru itu bagaimana.
Mereka berpindah dari satu satu media sosial ke media sosial yang lain. Akhirnya intensitas percakapan mereka meningkat. Sang pria berinisiatif melancarkan strategi dengan cara yang elegan menurut pandangan sang wanita. Karena sang wanita menyukai buku, ilmu pengetahuan dan menulis, sang pria mengambil hati melalui cara itu. Dan sungguh sang wanita telah jatuh hati padanya.
Mereka bertemu secara nyata di siang menjelang sore dengan keadaan yang tidak ada persiapan. Mereka bertemu beberapa menit setelah sang kakek dari sang wanita dimakamkan. Pertemuan itu cukup bahkan sangat membekas bagi sang wanita. Dia memang sudah jatuh hati. Ditambah dengan mimpi terbesar sang pria yang dibagikan, sang wanita meraka bahwa visi hidup mereka bersinggungan. Oh tidak, kata orang mimpi mereka malah saling melengkapi!
Terlalu singkat sebenarnya untuk sebuah rasa yang dinamakan cinta. Terlalu singkat untuk mengambil komitmen. Terlebih setelah pertemuan itu entah mengapa dari sudut pandang sang wanita, sang pria mengambil jarak. Pikir sang wanita, mungkin karena kesan pertama memang tidak sesuai ekspektasi. Namun, sang wanita mencoba untuk berpikir positif bahwa sang pria sedang undur sebentar untuk mengambil keputusan. Untuk memutuskan.
Sang wanita terbilang sangat mudah luluh dengan perlakuan sang pria ini. Karena buat sang wanita, pria ini lah yang menaruh secercah harapan bagi sang wanita. Pria ini telah berhasil membuat sang wanita berani untuk jatuh hati lagi. Karena sang wanita pernah terluka namun ketika mereka bertemu sebenarnya sang wanita sudah pulih. Sang wanita tahu pasti prinsip bahwa hubungan yang baru tidak boleh didasari dengan hubungan lama yang belum terselesaikan. Bahkan luka lama yang belum sembuh pun tak boleh. Jadi, benar-benar harus sembuh dan pulih untuk masuk ke hubungan yang baru.
Sang pria belum pernah tahu tentang hal ini. Tentang bagaimana sang wanita kerap bertemu dengan sang pria di dalam mimpinya. Tentang bagaimana sang wanita sangat ingin mengenal teman barunya ini sehingga hampir-hampir saja semua akun di media sosial sang pria diketahui oleh sang wanita. Sang pria tidak tahu bahwa sang wanita pernah bermimpi bahwa mereka akan menikah meski itu terlalu cepat dan dini. Sang pria belum tahu bahwa di tengah rasa sayang sang wanita terhadapnya, sang wanita sudah siap untuk melepaskannya. Sang wanita siap jika memang Komandan kehidupan mengatakan untuk tinggalkan. Meski sang wanita belum tahu alasan semesta mempertemukan mereka.
Hanya sang wanita yang entah bodoh atau bagaimana itu masih berharap bahwa mereka akan bertemu. Sang wanita masih berharap bahwa pada hari ulang tahunnya, sang pria akan datang dan membawakan kejutan. Entahlah mungkin itu harapan yang tidak berdasar bagi sang wanita. Namun bukankah bapa Abraham pun tetap berharap bahkan ketika keadaan terlihat tidak memungkinkan sesuatu yang baik terjadi?
Sang wanita ternyata kerap meminta agar Sang Khalik mengaruniakan pertobatan bagi sang pria. Sang wanita melihat begitu banyaknya hal baik yang dimiliki sang pria. Sang wanita hanya berharap jika dia tidak dibersamakan dengan pria itu, setidaknya pria itu akan menjadi lebih siap dan lebih baik ketika dia memang sudah menghidupi Juru Selamatnya.
Itu kisah romansa singkat seperti yang dituturkan oleh seorang sahabat kepadaku. Aku tak tahu kenapa dia tiba-tiba datang dan menceritakan kisah asmara yang sebenarnya ini bagian yang sangat jarang dia bagikan itu. Kisah ini memang biasa. Banyak orang mengalaminya. Tapi entah bagaimana aku belajar dari prinsipnya yang tetap berpikiran positif terhadap apa pun. Aku belajar darinya untuk rela melepaskan bahkan untuk hal yang paling aku sayang jika memang dikehendaki oleh Penguasa Hidup.
Ah teman, terima kasih untuk kisahmu. Aku hanya bisa berdoa agar kelak semua relasi yang ditandaskan kebenaran akan berakhir bahagia. Jika memang belum bahagia, berarti kisahnya belum berakhir. Aku menunggu apakah kisah itu akan berlanjut pada muara yang mana. Aku menanti.
Salam dariku yang hanya bisa menjadi pendengar saja.
Senin, 15 Mei 2017
Mengampuni: Sebuah Harga yang Cukup Mahal
When deep injury is done to us, we never heal until we forgive.
Mengampuni. Berapa banyak artikel yang sudah dituliskan untuk membahasnya, untuk menolong orang-orang agar tidak terpenjara dalam sakit hatinya. Namun seolah banyaknya artikel atau tulisan yang ditelurkan itu berbanding lurus dengan banyaknya orang yang mengalami sakit hati lalu enggan untuk mengampuni.
Sebenarnya apa yang membuat kita sulit melepaskan pengampunan? Buatku pribadi adalah karena rasa luka itu terlalu nyata. "Enak saja maafin dia. Dia yang mulai duluan masa aku yang harus maafin", manusiawi ku berargumen. Perih rasanya luka sakit hati itu. Tapi aku pernah mendengar bahwa sebenarnya sakit hati itu adalah pilihan kita. Respon kita terhadap sesuatu yang sedang terjadi pada diri kita. Jadi sebenarnya kalau aku sakit hati, itu adalah pilihan ku sendiri. Dan bodoh sih sebenarnya kalau aku marah-marah karena aku sakit hati. Aku punya pilihan untuk melupakan atau memberi respon yang lain. Sakit hati itu juga muncul karena kita (aku) terlalu berharap akan sesuatu atau seseorang. Terlalu tinggi sehingga ketika yang terjadi tidak selaras dengan ekspektasi maka ya gigit jari sambil uring-uringan.
Aku pernah harus membayar cukup mahal hanya untuk belajar mengampuni. Pengalaman beberapa tahun lalu yang pastinya selalu aku bagikan jika sedang berbicara soal pengampunan.
Aku pernah masuk IGD dan divonis dokter menderita gejala depresi. Suatu sore ketika sendirian di kontrakan, aku entah bagaimana merasakan ada sesuatu yang bergelora di dalam alam roh. Aku mencoba untuk berdoa meminta damai sejahtera. Namun ternyata perasaan tidak nyaman itu membawaku ke alam perang roh. Dan karena aku tidak siap maka aku kalah. Aku terus menangis tanpa henti. Badanku lemas. Namun kata orang-orang yang menolongku badanku dingin dan sangat kaku. Aku dilarikan ke sebuah rumah sakit. Dan ya akhirnya dokter bilang aku menderita gejala depresi. Mungkin. Tapi aku merasa tidak sedang dalam tekanan sesuatu yang benar-benar menindihku berat.
Lalu seorang ibu rohaniku datang dan mendoakanku. Beliau hanya bertanya "adakah sesuatu yang belum kamu ampuni?". Keras aku berpikir. Dan ternyata aku saat itu belum sepenuhnya mengampuni sahabatku. Seseorang yang mengatakan tidak butuh kepedulianku terhadap hidupnya.
Lalu aku mengampuninya setelah bergumul cukup hebat. Ketika aku memilih untuk membiarkan rasa sakit ku yang nyata itu hilang, aku pulih. Aku sembuh. Berat rasanya mengampuni tapi ternyata aku membebaskan seorang tahanan ketika aku mengampuninya. Dan tahanan itu adalah diriku sendiri. Hidupku terasa ringan. Tak perlu lagi aku menyingkir ketika bertemu dengan orang yang telah melukai hatiku. Tidur malam ku kembali berkualitas. Kesehatan ku mulai membaik. Percaya tidak percaya bahwa ketika kamu tidak mengampuni, itu berdampak pada kesehatanmu: kesehatanmu menurun. Pikiranmu tidak tajam.
Jadi benar, jika luka yang sangat dalam itu digoreskan pada kita, kita tidak akan sembuh kalau saja kita tidak mengampuni. Ampunilah! Ketika Sang Khalik mengajari untuk mengampuni, lakukan saja. Maka kami tidak akan perlu membayar harga yang mahal untuk belajar melakukannya. Aku sudah pernah menjadi orang yang tidak taat dan harganya sangat mahal (karena aku harus merogoh sakuku untuk masuk IGD, maklum mahasiswa perantauan di akhir bulan).
Taat saja.
Kamis, 04 Mei 2017
The Male's God-given Companion
Female is someone who will solve the male's aloneness.
Adam didn't go looking for a wide. She was God's idea for him. Adam was so busy doing what God had told him to do that he didn't even know he needed a woman. God had to tell him "Man, it's not good for you to be alone". Note that God didn't say Adam was lonely. There's a difference between 'being line's and 'being lonely'. Being alone can be healthy but loneliness is a disease.
Eve was God's idea for Adam.
Adam was so together as a man that he didn't even know he was alone. He was busy obeying God's Word: he was so occupied with dominating, ruling and subduing: he was so lost in what he was doing that he didn't know he needed somebody. But most of us do the reverse. We don't have time for God because we're busy trying to find a mate.
Some people run from church to church looking for a spouse. They don't go to church to worship God: instead, they walk around checking out the opposite sex.
They're supposed to be getting themselves together so they can be ready for the one whom God is preparing for them. Become so preoccupied and consumed by God that you don't walk around with a passion that's looking for a place to happen. Adam was so prepared for Eve that when he saw her, all he said was "Wooooo-man!".
He didn't go looking for her. Become like Adam -got lost in the garden of God's righteousness. Get lost in God, because when He brings you a spouse, you had better understand His ways. Adam was so busy following the command of God that, when his mate came along, he was ready, and it was the right time for him.
Source: Understanding The Power and Purpose of Men
Rabu, 03 Mei 2017
R E L A S I (Part 1)
Baik buruknya relasi bergantung pada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Jika ingin memiliki sebuah relasi yang berkualitas, tentunya orang yang terlibat di dalamnya adalah orang yang berkualitas (memiliki kualitas untuk mau terus belajar). Karena apa saja yang ingin kita kuasai, kita harus pelajari. Termasuk relasi. Kita tidak lantas tahu bagaimana berelasi dengan orang jika kita bertambah usia. Banyak orang bilang "ah nanti kalo udah gedhe pasti tahu sendiri". Menjadi tua, seseorang tidak otomatis tahu. Karena menjadi tahu diperlukan proses belajar.
Sabtu, 29 April 2017
Carpediem
Aku juga suka nulis. Seperti sekarang yang aku kirim ke kamu. Nulis chat. Everyday.
Karena ada satu pertanyaan yang harus aku ucapkan dan tidak aku tulis.
Please. Help. Don't be like me. Sometimes I forgot who I am. They said that I am Brad Pitt.
Ada satu nama lagi yang hanya orang yang aku percaya yang aku kasih tahu. My secret name mau tahu ndak. But you promise me first. You'll not tell anyone. This is really important. Not to tell anyone. Pardon my English. Cah anyaran. Keep it to yourself. My secret name is Superman. Hmmm. Biasa aja. Plis. Keep it to yourself. Mesti heboh lho. Ini lho yang membuatku berpikir keras untuk tidak memberitahukan. Udah janji lho yaaaa. Hmmm.
Call me "Beloved One". Angel to wkwkwk
Aku ngambek lho. Nek ngambek aku bakal masakin kamu. Kamu pingin tak masakin? Try me.
Masak??? Masak sih??? Itu udah aku masakin.
Aku berada di sebuah masa dimana cinta hanya tulisan tak bermakna, di suatu tempat dimana hanya ada panas dan dingin. Tak bisa merasakan kehangatan. Auwooooo. Aku di benakmu.
Well, memang tidak semua bisa ditanya untuk apa. Seperti semua yang tak pernah kuperhitungkan padamu. Tidak semua hal memang bisa dijelaskan dengan sempurna: kenapa atau bagaimana. Kadang tetap saja tinggal seperti itu, apa adanya. Seperti karang dan lokan di laut sana, begitu saja ada, entah untuk apa di sana, dan kita bisa menerimanya.
Kamu tak pinjemi bahuku. Tapi pinjem aja. Btw, jangan protes ya. Kalo bahuku kecut. Karena deket sama ketek.
Mau sandaran sekarang? Ntar dimarahin papa lho. Kan belum katekisasi. Kamu ada apa?
Aku ke situ boleh? Mau anterin pundak. Aku jam 9an bisa. (Jam jenguk udah abis). Aku nemuin kamu kok. Hmmm. Katanya butuh shoulder.
Doa yang baik. Suara yang merdu.
Sebuah pertemuan.
Lalu ia bangun dan menyadari semua itu hanyalah bunga tidur. Tidak nyata. Namun berharap di tidur malam selanjutnya, mimpi itu akan berlanjut.
Jumat, 28 April 2017
Kadang Kita Lupa (Mereka Bisa Dipercaya)
Apa kekuatan kalimat "Aku percaya bahwa kamu adalah anak yang jujur"?
Pada suatu ketika, dalam kelas yang aku dampingi, aku mencoba mengaplikasikan hal yang menarik yang kudapat dari novel Totto-Chan: mengingatkan mereka bahwa mereka bisa dipercayai, mereka dikaruniai talenta dan layak ditumbuhkan. Saat itu beberapa anak melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan yang dibuat bersama. Jika biasanya aku akan menanyakan siapa, bagaimana dan apa yang terjadi. Hari itu aku hanya mengatakan "Mbak percaya bahwa adik-adik adalah orang yang jujur".
Kalimat itu tidak seperti petir yang datang tiba-tiba dan menyambar. Tidak. Hanya perlahan-lahan. Sangat lambat. Butuh waktu. Perlu kesabaran. Aku mengulanginya tidak lebih dari 3 kali. Aku tidak berharap ada sesuatu yang terjadi. Aku hanya melakukan hal yang harus dilakukan orang di sekitar anak.
Tapi.... sesuatu yang tidak akan sanggup dilupakan terjadi. Ada tangan-tangan yang terangkat diikuti kepala yang tertunduk, suara yang bergetar menyatakan "Aku tadi nggak antre Mbak". "Aku mendorong Meta, Mbak".
Tidak semua yang mengakui nya. Namun ada.
Kadang kita lupa untuk mempercayai anak-anak. Kadang kita lupa untuk menanamkan kepercayaan pada mereka.
Hanya belajar bahwa ketika anak-anak menyadari mereka dipercaya orang dewasa di sekitar nya maka kita akan melihat kejujuran.
Rabu, 19 April 2017
No? Maybe not rejection but re-direction.
No?
Jumat, 31 Maret 2017
Catatan Akhir Maret: (Setidaknya) Berdualah!
Seberapa jauh kamu bisa berjalan menuju tujuanmu jika kamu seorang diri?
Seberapa kuat menghadapi kerikil-kerikil tajam yang akan ditemui di perjalananmu jika sendiri saja?
Siapa yang akan mengulurkan tangannya kalau kamu jatuh terluka karena kerikil-kerikil itu jika kamu hanya dengan dirimu saja?
Siapa yang akan watch your back sehingga kamu tidak ditusuk dari belakang jika tidak ada seorang yang mengawasimu meski dari jauh?
Jika kamu berjalan sendiri dan menempuh malam yang dingin, siapa yang akan menghangatkanmu?
Kita butuh seorang yang akan mengatakan kebenaran sekalipun itu memerahkan telinga dan bukan yang berkata dengan tujuan menyenangkan kita.
Kita butuh setidaknya seorang yang tidak hanya berjalan bersama tapi malah justru mengajakmu berlari ke arah yang sama.
We need somebody to protect our reputation and watch our back.
Kita butuh seorang yang akan berkata apa pun yang terjadi, "Aku bersamamu" walau dia tidak selalu bisa berada di sisi.
Kita butuh seorang yang bisa handle kedekatan karena tidak semua orang bisa.
Berdua memang lebih baik daripada seorang diri karena akan menerima keuntungan yang lebih.
Ah! Sudah mau berganti bulan ternyata. Apakah April mau seorang diri lagi seperti bulan sebelumnya?
(Setidaknya) Berdualah!
Rabu, 08 Maret 2017
Mereka Punya Pilihan
Anak-anak memiliki pilihan.
Seberapa banyak orang dewasa yang tidak menyadarinya? Banyak. Mereka ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak dengan berusaha membuatkan sebuah pilihan yang ‘bagus’. Aku pun sering melakukannya. Sekali pun aku pernah bergabung dengan sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak di bidang pendidikan karakter, yang mana aku juga belajar banyak tentang pendidikan yang memerdekakan, aku masih sering terperangkap pada kesalahan berjamaah yang dilakukan orang dewasa.
Saat adik ku yang akan masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi yakni tingkat lanjutan pertama, aku pernah berangan-angan bahwa dia akan mengikuti jejak kedua kakaknya. Dengan menjadi seorang murid di sekolah favorit di kota. Bukan di desa. Bahkan aku berharap dia akan mendapat fasilitas dan segala macam kemudahan dengan tujuan dia menjadi lebih baik dari kedua kakaknya. Namun di suatu titik kebingungan kami, aku dan orang tuaku, melihat nilai akademisnya yang kurang mampu bersaing dengan anak-anak di kota, dengan kepribadiannya yang masih perlu dibesarkan hatinya, aku melakukan sesuatu yang akan terus teringat. Aku memberinya pilihan di sekolah manapun yang dia mau, aku akan mendukung. Aku berjanji untuk tidak memaksa keinginanku agar dia masuk sekolah favorit atau setidaknya sekolah di kota. Aku berusaha menjadi orang dewasa yang demokratis dengan memberinya hak untuk memilih. Aku memaparkan beberapa pilihan sekolah dengan menyebutkan keunggulan dan kekurangannya. Aku mengajaknya berdiskusi. Dan akhirnya, sebuah pilihan tercipta. Sekolah lanjutan pertama di desa!
Aku legowo dengan pilihannya yang bertolak belakang dengan anganku. Aku berusaha mengevaluasi diri dan mendapati bahwa ada ambisi dan gengsiku yang ternyata sengaja aku sisipkan dalam harapanku. Aku ingin melanjutkan ‘nama baik’ yang sudah aku dan adikku pertama bangun. Nama baik dengan dasar kami dua orang anak petani yang untuk SD saja tidak lulus – bahkan ayahku hanya mengenyam pendidikan yang sekarang setara dengan kelas 1 SD. Kami anak orang yang tidak berpunya dan dengan segala stigma yang melekat pada orang miskin, kami diberi anugerah untuk bisa merasakan menjadi siswa di sekolah yang bergengsi dan di kota. Sekolah kami terpandang, favorit, selalu berada di urutan 3 besar di kota. Anugerah ini membuat orang tuaku seolah status nya naik di kalangan masyarakat. Dan tentunya membuat mereka bangga. Aku ingin meneruskannya juga pada adikku kedua. Namun ternyata tidak semudah itu. Pilihannya berbeda. Dia punya pilihan. Aku sudah memberi kesempatan untuk adik laki-laki ku itu memilih dan aku harus terima semua pilihannya. Ya sudah lah. Aku percaya dia dia bisa memilih yang terbaik sesuai dengan keinginan dan pengenalannya akan dirinya sendiri.
Di Dawung, sebuah dusun tempat dimana aku dan beberapa teman melakukan pelayanan sosial kepada anak-anak, aku berubah. Di tahun pertama, aku melakukan segala sesuatu seperti yang pernah aku terima. Aku memberikan waktu dan tenaga ku untuk menemani mereka belajar dengan cara menunjukkan, membatasi, bahkan parahnya melakukan intervensi. Aku menunjukkan hal-hal yang ‘baik’ yang harus mereka lakukan. Aku menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu. Aku menunjukkan konvensi yang diimani di masyarakat. Aku membatasi mereka untuk memilih. Aku membatasi ruang mereka untuk mengeluarkan pendapat dan opini mereka. Aku membatasi cara mereka menyelesaikan konflik. Aku membatasi mereka dengan kata ‘janga ini! Jangan itu’ dariku. Aku mengintervensi konflik mereka. Aku berharap semua damai dan aku berpikir anak kecil belum tahu bagaimana cara menyelesaikan konflik.
Suatu ketika ada seseorang sahabat, sebenarnya mentor buatku (semua orang yang menginspirasi, membawaku menjadi lebih baik, melatihku dan mengembangkan potensiku, aku menyebutnya sebagai mentor), memberiku sebuah buku yang menguncangkanku. Totto-Chan. Novel sederhana yang menceritakan tentang seorang anak kecil yang menemukan pendidikan yang mengubah hidupnya. Di Tomoe, sekolahnya yang baru, setelah dikeluarkan dari sekolah pada umumnya di usia kelas 1 SD, anak-anak diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan sendiri jadwal harian yang akan mereka lakukan. Anak-anak diberi kebebasan untuk memilih! Mereka melakukan hal-hal yang sesuai dengan minat mereka. Mereka memilih. Seberapa banyak orang dewasa atau sekolah yang menyadari hal ini? Seberapa banyak orang dewasa atau sekolah yang memberlakukan ini? Ya, mungkin karena sistem pendidikan kita yang belum memungkinkan hal ini untuk terjadi.
Lalu aku mencoba melakukan perubah di cara dan metode ku dalam mendampingi anak-anak di Dawung. Aku mulai memberi mereka kesempatan untuk memilih. Sebelum berkegiatan di kelas-kelas kecil, anak-anak yang aku dampingi boleh memilih untuk bergabung di kelasku atau di kelas lain. Atau mereka bahkan boleh memilih untuk tidak bergabung dengan kelas mana pun. Mereka boleh memilih untuk belajar dengan cara bermain bola sekalipun. Di awal, beberapa anak sempat bingung. Sebagian memilih untuk tetap tinggal sedangkan sisanya memilih untuk bermain sepak bola sambil belajar sesuatu entah itu apa. Aku tidak ingin menunjukkan bahwa mereka perlu belajar karena itu kewajiban. Dalam hatiku aku berharap mereka sadar ingin belajar karena mereka ingin dan mereka tahu yang mereka ingini adalah hal yang berguna.
Aku belajar dengan memberi adikku, anak-anak kesempatan untuk memilih, sebenarnya aku sedang melatih mereka tanggung jawab. Mengajarkan kepada mereka bahwa ada konsekuensi yang mengikuti apa pun yang menjadi pilihan mereka. Anak-anak akan mencoba menemukan sendiri konsekuensinya sehingga mereka akan memilih dengan pertimbangan. Bukan memilih karena dipilihkan. Aku juga menemukan peranku sebagai orang dewasa di sekitar anak yakni untuk menolong mereka dengan cara mengajak berdiskusi, menolong mereka untuk melihat sesuatu namun tidak mengintervensi pilihan mereka. Yang selalu ingin mendarah daging dalamku adalah aku adalah fasilitator yang memfasilitasi anak-anak menjadi manusia yang lebih baik daripadaku. Memfasilitasi mereka mendapatkan yang terbaik dari yang pernah aku terima. Dan aku harus belajar untuk mengarahkan dan bukan membatasi.
Manusia berhak memilih.
Sabtu, 18 Februari 2017
Yang Baru Dia Temukan
Senin, 13 Februari 2017
Surat Cinta untuk Tuan Muda
(Surat ini dituliskan dalam rangka mengikuti sebuah perlombaan dan akhirnya menang. Fiktif belaka.)
Untukmu Tuan Muda,
Tak pernah percaya pada “cinta pada pandangan pertama”. Terkesan nalar sehat tidak berlaku. Dan hanya ditemui pada kisah drama romantis yang sering diangkat di film. Sampai saat itu aku pun tak percaya. Hingga suatu pagi, untuk pertama kalinya aku menemukan sesuatu yang lebih membangunkanku dari pada kopi. Tatapanmu.
Semesta mempertemukan kita dalam ketidaksengajaan. Pagi itu aku yakin kopiku sudah kunikmati dan cukup membuatku sadar diri. Namun rasanya aku masih seperti mimpi. Berada di dalam sebuah mimpi yang sangat indah dimana aku hanyut dan tak bisa melawan arus yang menghanyutkan itu. Justru arusnya hangat dan nyaman.
Aku tak pernah menyangka bahwa kisah pertemuan di kedai kopi pagi itu akan berlanjut. Jika memang sudah tertulis untuk bertemu maka akan dipertemukan. Dan benar saja, setahun kemudian bertemu denganmu dan menjadi satu komunitas merupakan hal yang manis. Waktu berlalu dan jarak di antara kita menjadi semakin pudar. Dari dua orang asing yang tak saling kenal menjadi dua sahabat yang kerap kali membunuh waktu bersama.
Kebersamaan itu membuatku merasakan banyak hal. Aku menemukan keberanian untuk kembali memiliki harapan setelah semua yang boleh terjadi. Aku menembus batasan yang selama ini aku pelihara dan menjadi tamengku untuk tidak berani mencoba. Banyak warna yang digoreskan dalam lembaran hari-hariku bersamamu. Dan pada suatu ketika aku menyadari bahwa aku telah jatuh hati pada pandangan pertama kala itu. Ya aku jatuh cinta padamu. Dua tahun setelah pertemuan pertama itu. Cukup lama untukku menyakinkan diri.
Kisah ini tak mudah. Mendapati kenyataan bahwa usia kita berbeda cukup jauh membuatku bimbang dengan perasaanku. Tak hanya itu, kedekatanmu dengan beberapa gadis yang kerap kau ceritakan kepadaku membuatku lara. Aku menyukai saat dimana kau mencariku walau hanya untuk menceritakan gadis lain yang kau suka. Karena waktu-waktu seperti itu adalah sebuah kesempatan berharga untuk terus bersamamu. Aku cukup berani untuk menegur seseorang jika bersalah. Aku cukup berani untuk berbicara di depan banyak orang. Namun aku tak seberani itu untuk sedikit pun menyatakan bahwa kau yang sudah berhasil membuatku tak bisa tertarik dengan pria yang lain. Dan ketidakberanianku memang cukup melukaiku. Namun ternyata itu membuatku memahami makna mencintai, dimana kau akan merelakan orang yang kau cintai bahagia dengan pilihannya.
Terima kasih untuk sebuah cinta yang selalu ada buatku di setiap waktu. Terima kasih untuk kesabaran mendengar kisahku yang sebenarnya sepele. Terima kasih untuk ujian demi ujian yang kaurancang begitu indahnya hanya untuk membuktikan asumsimu bahwa aku tertarik padamu. Cukup kesal karenanya sampai-sampai aku berpikir bahwa semesta memang tidak mengizinkan kita bersatu setelah semau yang sudah kita lewati bersama. Terima kasih sudah mengasihiku dengan luar biasa dengan caramu yang unik. Terima kasih untuk gunung, bukit, telaga, laut, taman, bahkan angkringan yang sudah menjadi tempat kita. Terima kasih sudah menjadi alasanku untuk kembali pulang.
Sekian lama aku menanti dan tak kunjung kudapati inisiatifmu, maka izinkanku kali ini mengumpulkan sedikit keberanian untuk mengatakan bahwa aku menyayangimu. Kalimat “Aku mencintaimu” tidak cukup untuk menyatakan rasaku padamu. Aku tak punya apa pun untuk membalas kemurahan hatimu. Aku hanya punya hati untuk mencintaimu, telinga untuk mendengarkanmu dan mulut untuk menyebutmu dalam doaku. Semoga kita juga dipertemukan kembali di kehidupan mendatang.
Dariku,
Nona Peragu